Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

SAJAK SEORANG PENGUNGSI (Acep Zamzam Noor)

SAJAK SEORANG PENGUNGSI /Buat Frans Nadjira Napasku yang mengandung api selalu ingin membakar apapun Di jantungku gedung-gedung yang tinggi sudah kukaramkan Sedang sungai-sungai yang kotor kubiarkan menggenangi mataku Dengan lahap aku mengucup borok-borok peradaban yang berlalat Untuk kumuntahkan kembali lewat sajak-sajakku. Sepanjang hari Tak habis-habisnya aku mereguk keringat dan darah negeri ini Menyusuri lekuk tubuhnya yang molek dengan belati terhunus Kemudian melempari gambar pemimpinnya yang nampang Di papan iklan. Menyanyikan lagu dangdut di bawah tiang bendera Suaraku yang memendam racun ingin menyumpahi siapapun Ranjang-ranjang yang nyaman kusingkirkan dari ingatan Sedang kekerasan yang terjadi di jalanan telah memaksaku Menjadi bajingan. Kembali aku mengembara dalam kesamaran Dalam kehampaan, kekosongan serta ketiadaan rambu-rambu Aku mengetuk losmen, menggedor apartemen dan mendobrak Gedung parlemen. Kemudian melolong dalam kesakitan panjang: Sambil b

KETIKA (Acep Zamzam Noor)

KETIKA 1 Ketika gempa yang begitu sopan Menggoyang kampung kami Kudengar semua nyanyian, semua tarian Yang tengah digelar di halaman kelurahan Menjadi senyap. Semua serangga, semua satwa Semua rumputan, semua tumbuhan dan pohonan Bahkan semua kata yang terucap, kalimat yang meluap Amarah yang membumbung seperti asap Mendadak bisu. Semua mengendap 2 Di kamar sempit kami yang apak dan dindingnya retak Yang lampunya lindap karena kekurangan minyak Di ranjang kami yang engselnya longgar dan bantalnya lusuh Di mana segala desah dan lenguh, segala keluh dan kesah Terasa begitu jauh. Bahkan segala sumpah dan serapah Segala ratapan dan jeritan yang ditingkah bunyi kentongan Terdengar hanya sayup. Kulihat malam menyeret terompahnya Dan subuh berlabuh pada pelupuh. Kusaksikan cakrawala yang jauh Kemah-kemah awan yang bergerak pelan dengan semburat kemerahan Yang kemudian menyelimuti punggung lelaki bungkuk dan sakit-sakitan Punggung lelaki yang bernama ufuk. Tiba-tiba

CINTA SANG NABI (Kahlil Gibran)

CINTA SANG NABI Ketika cinta memanggilmu, ikutlah dengannya Meskipun jalan yang harus kautempuh keras dan terjal Ketika sayap-sayapnya merengkuhmu, serahkan dirimu padanya Meskipun pedang-pedang yang ada di balik sayap-sayap itu mungkin akan melukaimu Dan jika ia berbicara padamu, percayalah Meskipun suaranya akan membuyarkan mimpi-mimpimu bagaikan angin utara yang memporakporandakan pertamanan. Cinta akan memahkotai dan menyalibmu Menumbuhkan dan memangkasmu Mengangkatmu naik, membela ujung-ujung rantingmu yang gemulai dan membawanya ke matahari Tapi cinta juga akan mencengkeram, menggoyang akar-akarmu hingga tercerabut dari bumi Bagai seikat gandum ia satukan dirimu dengan dirinya Menebahmu hingga telanjang Menggerusmu agar kau terbebas dari kulit luarmu Menggilasmu untuk memutihkan Melumatmu hingga kau menjadi liat Kemudian ia membawamu ke dalam api sucinya, hingga engkau menjadi roti suci perjamuan kudus bagi Tuhan. Semuanya dilakukan cinta untukmu hingga kau me

Ubahlah

Hari ini aku kebetulan sedikit bersantai. Meskipun tidak penuh dan ada yang aku lakukan. Aku mengingat-ingat apa yang kemarin aku perbincangkan dengan salah seorang kakak tingkat di kampus. “Prima... Adik-adik Mbak pada berkata begini pada Mbak, ‘Mbak, kalo berhubungan dengan fisika atau mata kuliah yang bersifat eksak ana lebih paham dan menikmati rasanya menjadi makhluk Allah dan ana sebagai bagian dari makhluk-Nya. Tapi, kalo di tempat ana, Mbak... (menyebutkan suatu fakultas dan jurusan) itu kami justru diwajibkan bermain drama. Ada adegan pacarannya, ada adegan pegangan tangannya. Gimana kami mau merasakan apa yang kami rasakan di eksak, Mbak?’ Mbak pikir kalo di ilmu sosial dan bahasa memang lebih susah ya, Dek untuk menemukan hal yang mengingatkan pada Allah.” Aku sedikit enggan menjawab pertanyaan utama dari pernyataan dan pertanyaan itu. Karena rangka utuhnya belum sempurna di kepalaku. Maka, aku menjawab pertanyaan sekunder dari pertanyaan itu. “Ya kalo nggak suka denga

Sisa Air Hujan (Soni Farid Maulana)

Sisa Air Hujan Jika bukan karena gejolak rindu, jika bukan karena pucuk daun pandan menurih dinding hatiku di gelap malam, dinda, apakah bendungan air mata bisa bobol? (Sisa senja dalam ingatan begitu nyata) Ribuan kelelawar negeri kegelapan serentak terbang entah ke mana. Hawa nafsu seperti ladang hijau yang luas, jutaan hewan liar dan purba dengan mata merah saga mengincar kalbuku tanpa henti. Akankah aku dimangsanya? “Kanda, wajahmu serupa bunga cempaka yang gugur ke merah tanah. Sisa air hujan belum mengering di ujung tapak kakimu. Apa yang kau renungkan sehabis sisa usia tinggal sekedip nyala lilin?” (Betapa aku merindukan cahaya di balik cadar cahaya yang berlapis-lapis. Akankah aku sampai?) “Dinda, tuntun aku ke sisi kanan Baitullah!” Soni Farid Maulana 2009

Sajak Palsu (Agus R. Sarjono)

Sajak Palsu Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim dan mendata

Rindu Daun Bambu (Soni Farid Maulana)

Rindu Daun Bambu Retak hatiku serupa guci tua kau rekat dengan gairah hidupmu yang mawar. Bulan yang bercahaya terang di pucuk cemara, dinda, serupa cahaya matamu di kamar ini, di ruang batinku yang dalam. Kau dengar suara serangga yang bergetar di rumpun ilalang? Kau dengar risik angin di rimbun daun bambu? Kau dengar ricik air kali yang mengalir ke hilir. Ke hilir? “Kanda, bukankah pertarungan gelap dan terang tidak melulu mencipta bayang-bayang? Apakah kita semata korban? Tidak, kita bukan bagian dari kegelapan?” (Ricik air, hening kabut biru di puncak bukit sana) “Dinda, dinda! Ada tiada kita: senyata cinta. Padam atau menyala di dalam dada!” Soni Farid Maulana 2009

Rembulan Kalangan (Soni Farid Maulana)

Rembulan Kalangan Retak hatiku serupa guci tua kau rekat dengan gairah hidupmu yang mawar. Bulan yang bercahaya terang di pucuk cemara, dinda, serupa cahaya matamu di kamar ini, di ruang batinku yang dalam. Kau dengar suara serangga yang bergetar di rumpun ilalang? Kau dengar risik angin di rimbun daun bambu? Kau dengar ricik air kali yang mengalir ke hilir. Ke hilir? “Kanda, bukankah pertarungan gelap dan terang tidak melulu mencipta bayang-bayang? Apakah kita semata korban? Tidak, kita bukan bagian dari kegelapan?” (Ricik air, hening kabut biru di puncak bukit sana) “Dinda, dinda! Ada tiada kita: senyata cinta. Padam atau menyala di dalam dada!” Soni Farid Maulana 2009

Nyanyian Untuk Yang Dilupakan (Ramadhan K.H.)

NYANYIAN UNTUK YANG DILUPAKAN Ramadhan K.H. Tuhan yang menciptakan seni dan bumi, air dan udara dan api menciptakan semua kita yang ada, selalu hormat dan cinta padamu. Langit dan dedaunan gemelepar, bulan dan bintang hidup berkhitmat selalu bagimu dan bagimu dan bagimu Sebanyak daunan digantung di dahan pohonan untuk memeriahkan istana yang asing dan tetap asing bagimu meja bangket dan kemwahan dibuka, berbatasan dengan lingkaran dunia yang pahit, duniamu. Bulan dn bintang yang setia dan tetap setia padamu, meredupkan lampu-lampu yang banyak dusta dan penipuan. Namamu tergoreskan di setiap rangka tulang bangunan dan keuntungan kendatipun tidak dicanangkan, malahan dilupakan. Kaulah sebenarnya yang lahirkan kemerdekaan, tanpa idamkan taman dan tugu kemerdekaan. Kaulah sebenarnya yang bangkitkan pembebasan. Butir padi, garam dan perlindungan ladang daratan, air dan kekuatan, adalah kepunyaan dan kelahiranmu. Warisanmu adalah sungai, tanaman, warisanmu adalah

Lidah Ibu (Sitok Srengenge)

Lidah Ibu Cahaya yang pendar dalam kata, bukan percik api bintang pagi Bayang samar yang gemetar di sana, bukan geliat muslihat fatamorgana Ini sajak menampik suara yang disumbar para pendusta Di sesela konsonan-vokal menggema cinta tak terlafal Huruf-hurufku bersembulan bagai gairah bebunga, mencerap cerah cahaya Di bawah tanah kaki-kaki mereka menjalar seliar akar, menjangkau sumber air Kata-kataku menautkan daya renggut inti bumi dan medan magnet yang dilancit lambung langit, menggerakkan yang diam, meneriakkan yang bungkam Larik-larikku dirimai rindu pada pencinta yang datang tanpa predikat tanpa belati di belikat Nafasnya meraba rabu, kelembutannya membelai betak benakmu Lidah ibu menyalakan lampu dalam kataku Benda-benda yang tersentuh cahayanya pun mengada: riuh menyebut nama-nama, piuh merajut semesta Di semesta sajak ini tak sebiji benci semi bagi pendengki Lidah ibuku menjelma pohon pengasih buah hati Sitok Srengenge 2007

Kata Berkata (Sitok Srengenge)

Kata Berkata Panggil aku kata Akulah asal mula Jangan tanya siapa si pertama mengatakanku Aku malu tak mampu memberi tahu Walau dengan sepenuh daya Aku tak sanggup sebut namanya Aku cuma kata Asal mula segala 2008 Sitok Srengenge

Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang (WS Rendra)

DOA SEORANG SERDADU SEBELUM PERANG Tuhan ku wajah Mu membayang di kota terbakar dan firman Mu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal anak menangis kehilangan bapak tanah sepi kehilangan lelakinya bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia apabila malam turun nanti sempurnalah sudah warna dosa dan mesiu kembali lagi bicara waktu itu, Tuhan ku perkenankan aku membunuh perkenankan aku memasukkan sangkurku malam dan wajahku adalah satu warna dosa dan nafasku adalah satu udara tak ada lagi pilihan kecuali menyadari biarpun bersama penyesalan apa yang bisa diucapkan oleh bibirku yang terjajah ? sementara kulihat kedua tangan Mu yang capai mendekap bumi yang mengkhianati Mu Tuhan ku erat-erat kugenggam senapanku perkenankan aku membunuh perkenankan aku menusukkan sangkurku RENDRA DARI KUMPULAN PUISI " SAJAK - SAJAK SEPATU TUA " ( PUSTAKA JAYA - 1995 )

Demokrasi Dunia Ketiga (Agus R. Sarjono)

Demokrasi Dunia Ketiga Kalian harus demokratis. Baik, tapi jauhkan tinju yang kau kepalkan itu dari pelipisku bukankah engkau… Tutup mulut! Soal tinjuku mau kukepalkan, kusimpan di saku atau kutonjokkan ke hidungmu, tentu sepenuhnya terserah padaku. Pokoknya kamu harus demokratis. Lagi pula kita tidak sedang bicara soal aku, tapi soal kamu yaitu kamu harus demokratis! Tentu saja saya setuju, bukankah selama ini saya telah mencoba… Sudahlah! Kami tak mau dengar apa alasanmu. Tak perlu berkilah dan buang waktu. Aku perintahkan kamu untuk demokratis, habis perkara! Ingat gerombolan demokrasi yang kami galang akan melindasmu habis. Jadi jangan macam-macam Yang penting kamu harus demokratis. Awas kalau tidak! Agus R. Sarjono 1998

Bunyi Sunyi (Sitok Srengenge)

Bunyi Sunyi Parafrase atas musik Tony Prabow Bunyi-bunyi ganjil itu, kawanku, memanggilmu sampai kelu Jiwa terkucil yang ragu, bersandar bilah bayang-bayang, melawan arus waktu yang menderas menggerus mimpi-mimpimu Kibaskan rambutmu, biar debu gemerincing mengusir sepi yang selalu menyemai di sela seloroh orang ramai Biar gairah berpijar bagai putik bunga api, membakar hari-harimu yang memar Kudengar derit derita, senyaring rasa sakit paling purba, mungkin senar-senar syaraf berdenyar didera duka, atau raung rindu dari ruang gelap tubuh tak tersentuh Kata-kata gagu meniru bunyi-bunyimu, cahaya redup, tak sanggup menjelmakan sosokmu yang gagap-gugup Hanya hening, membentang antara damba dan hampa, selengang padang gersang Kau melenggang, sendiri, meracik benih bunyi: rintih ringkik raung ricik—menjadi sunyi Tumbuh liar di tepi-tepi, serupa lantana merekah jingga: kelopak-kelopak luka Bunyi-bunyi ganjil itu menyeru namamu: derit derita, jerit sak

Bulan Terkapar di atas Gelombang (M. Fauzi)

Bulan Terkapar di atas Gelombang serupa kantuk awan kau berlarian di gigir senja, melipat sepenggal kisah yang basah dipatuk gerimis dan perempuan itu membawa peta di jidatnya; menanti kupu menyelami sungai bersama bisik paus dan sirip hiu menggantung  di palang pintu_rumahmu aku pun batu di atas perahu kutuk ibu di hari sabtu serupa kantuk awan bunga mekar di cawan hingga pulau dan ngarai ditumbuhi ikanikan yang berkejaran ke tepian sungai. dan seekor kupu mematuk bulan aku terkapar di atas batu di tengah arus gelombang ”bunda, kutuklah aku jadi debu juga perahu!” dalam retak almanak aku kalungkan lindu ke segala penjuru. M. Fauzi Sumenep, 01–11–2009

APRIL (Remy Belleau)

APRIL April, pride of woodland ways, Of glad days, April, bringing hope of prime, To the young flowers that beneath Their bud sheath Are guarded in their tender time; April, pride of fields that be Green and free, That in fashion glad and gay, Stud with flowers red and blue, Every hue, Their jewelled spring array; April, pride of murmuring Winds of spring, That beneath the winnowed air, Trap with subtle nets and sweet Flora's feet, Flora's feet, the fleet and fair; April, by thy hand caressed, From her breast Nature scatters everywhere Handfuls of all sweet perfumes, Buds and blooms, Making faint the earth and air. April, joy of the green hours, Clothes with flowers Over all her locks of gold My sweet Lady; and her breast With the blest Birds of summer manifold. April, with thy gracious wiles, Like the smiles, Smiles of Venus; and thy breath Like her breath, the Gods' delight, (From their height They take the happy air beneath;) I

Api Putih (Inggit Putria Marga)

Api Putih sebenarnya aku tak pernah ingin memeram dendam padamu, tapi ulahmu lesapkan nyawa kawanku telah membuatku sepi dan sering bengong terpaku. kerap teringat saat di suatu akhir pagi kami main jungkat-jungkit di pekarangan rumah gepi: teman yang sampai usia enam tahun belum bergigi. kau datang padahal entah siapa yang mengundang. langkah besarmu tenang mendekati kami yang seketika segemetar sapi di tepi jurang. di hadapan kami, kau ceritakan hal-hal yang lebih indah dari mimpi-mimpi kami: kebun anggur di surga, hutan api di neraka, bidadari pemetik harpa di istana bunga, setan yang mendebu di kulit tubuh manusia. sembari bercerita kau belai kepala kami, matamu bercahaya seteduh suara manusia di pintu mati. kami terpikat padamu, terpukau pada kisah yang bahkan tak pernah terucap dari mulut ibu. kawanku pasrah saat kau pangku. di telinganya kau berkata: ayo kita ke tempat-tempat itu. kawanku menatapmu, ia mengangguk, membiarkan kau menggendongnya ke jalan ke arah hutan. ter

5-5-2012

Aku melihat jam dinding dan mereka-reka apakah jam segini acara yang diberikan oleh suatu organisasi kampusku sudah memulai pelatihannya ataukah belum. Aku sengaja melambat-lambatkan langkahku yang memang sudah lambat untuk menuju ke tempat dimana sekarang harusnya aku berada. Ya sekitar 45 menit yang lalu. Aku menaiki angkutan umum dan berkata, “Unila, ya?” Aku sejenak melupakan perintah ibuku untuk menyetorkan uang ke kantor pos. Akupun turun di suatu lingkungan kampus yang notabenenya memang bertebaran di jalanan ini. Aku segera membayarkan apa yang diperintahkan ibuku untuk menyetorkannya dalam bentuk tunai. Kembali aku melaju bersama angkutan umum menuju kampus. Dan aku mengecek SMS yang sekita 15 menit lalu dikirimkan oleh adik tingkatku di kuliahan. Bersama dalam satu naungan organisasi menanyakan, “Mb Priiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiimmm dimana?” Aku jawab, “Di jalan. Qm dmana?” Dan dia menawarkan diri untuk menyediakan sebuah bangku untukku. Aku tersenyum. Ada-ada saja. Mun

Analogi Ikan

                   Ikan merupakan makhluk hidup yang hanya dapat bertahan hidup didalam air. Seperti juga burung, atau binatang-binatang lainnya yang tidak bisa hidup di segala medan alam. Meskipun ada yang dapat hidup di dua alam, namun itu juga memiliki keterbatasan.                   Ikan memiliki ingsang untuk bertahan terhadap arus yang terus beradu di seluruh hidupnya. Bayangkan tanpa adanya ingsang itu. Sang ikan hanya menjadi seekor binatang yang mengikuti arah arus.                   Hanya ikan mati yang mengikuti arus. Ikan juga menginginkan hidupnya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Tidak hanya manusia yang memiliki hasrat untuk berjuang melawan arus.                   Namun dewasa ini, kita seringkali menjumpai orang yang dengan santainya mengatakan bahwa kehidupan yang dijalaninya adalah mengikuti arus. Dimana arus membawa, maka dia mengikuti.                   Padahal jika kita ketahui arus akan selalu bermuara pada samudra. Bagaimana kita tahu samudra itu adalah

Hayo-Hayo..

by Prima Helaubudi on Saturday, February 25, 2012 at 9:34pm · sebuah .....? pha ya? 1. tau nggak, memang dimana-mana cowok demennya curhat ama cewek, dan sebaliknya cewek demen curhat sama cowok :) 2. alasannya sih katanya lebih seru (emangnya tinju) dan lebih terpercaya, alibi aja itu mah, bilang aja demen -_- 3. padahal curhat2an cowok-cewek itu bahaya, karna awal2nya sih bilang temen, lama-lama jadi demen 4. alasannya sih "nganggep adik angkat", awalnya memang adik angkat, lama-lama temen dekat, trus melekat deh.. hehe.. ngaku ayo.. 5. walaupun kamu gak bilang kamu pacaran, kalo aktivitasmu begitu, ya sama-sama aja maksiatmu, eta-eta keneh (ceuk sunda mah) 6. atau sekedar sms say hello, "udah maem blum", "udah mandi blum" >> halah, emaknya aja gak segitunya. 7. tau gak, nafsu itu kayak magnet, berlaku hukum tarik menarik F = G x (Ma x Mb)/r2, gak ngerti ya, ckckck.. sini, mari sy jelasin :D 8. F = nafsu total, G = udah

Krisan ungu

Krisan ini mulai layu Di antara helai kemarau Serupa tangan telah memetiknya akhir April untukku Krisan ungu ini adalah selinting cinta Berkelopak bening merungu Terlintas sosokmu di antara kelopaknya Namun, kelopak itu kian layu Dalam gemericik Oktober yang sendu 2010

my struggling at SMA (ini nyata)

by Prima Helaubudi on Tuesday, January 3, 2012 at 4:42pm · Saranku jangan lanjutkan baca note ini jika tidak suka dengan yang namanya curahan hati atau cerita sedih. Aku membuat cerita-cerita perjuanganku SMA semata-mata bukan untuk apa-apa. Akan tetapi karena aku kini sangat hancur. Namun, setiap mengingat perjuangan-perjuangan kala SMA tiba-tiba degup jantungku jadi lebih berirama dan semangatku tersentak-sentak. Aku chatting meminta motivasi pada kawanku. Dan inilah jawabannya: "Coba ingat-ingat kembali masa-masa emas di kolastra dan rohis... Renungilah... Pahamilah... Temukan yang bisa menyulut gelora kembali, mustahil semuanya tiada warna, pasti ada yang indah dan terkenang... Lagi inspiratif..." "dimana antum yang berapi-api dengan selembar kertas yang bertuliskan kata-kata yang antum konversikan menjadi sebuah seruan di tengah keramaian yang sedang terhibur oleh penguasaan panggung yang luar biasa?" "seruan, air mata, perjuangan, rintihan,

my struggling at SMA (kelas XII)

by Prima Helaubudi on Tuesday, January 3, 2012 at 1:04pm · Ok, gw lanjutin apa yang terjadi dengan masa SMA gw.. Kelas 3 merupakan hal yang menyebalkan buat gw gara-gara UN. hem, bisa dibilang gw belajar setengah sinting kelas 3. Awal semester 1 gw masih sering ngelatih dan bantu-bantu anak KOLASTRA pentas. Namun udah gak seserius dan segila waktu gw kelas 1dan 2. Di sekret, gw sering mengumandangkan, "Loh, itu bukan urusan gw lagi. Kan kamuorang pengurusnya." Beuh, rasanya seneng bener gw ngomong gitu. Pas reor, baik gw maupun beberapa kawan pengurus lain udah ngecupin siapa-siapa yang bakal ngisi pos kitaorang. Dan voula... Reor terjadi dengan lancar. Hem, gw di sekret keep jadi jin tomang-nya. Gw inget kata-kata adik kelas gw pas masuk sekret, "Mbak Prima, Mbak Desy lagi. Bosen gw Mbak liat muka loe orang berdua. Ke kantin kamuorang, ke kelas mana ada kamuorang. Pusing gw!" hehehe.. Gw sering diajak pecicilan sama Desy muter-muter keliling 9. Kitaor

my struggling at SMA (kelas XI)

by Prima Helaubudi on Tuesday, January 3, 2012 at 9:18am · Gw peringatin, kelakuan gw jangan ditiru kalo gak bener, ok? Hahaha. Ni lanjutan dari kelas X-nya. Berhubung dan dihubung-hubungkan gw pake hp buatnya gak pake laptop, harap maklum kalo cerita yang udah aneh ini nambah aneh. Ok, gw masuk kelas XI IPS 2. Dan gw speechless ngeliat ini kelas. Ini kelas isinya anak bandel rata-rata. Banyak juga yang asalnya dari X6 tempat gw dulu yang bau sampah dan gak seberapa itu. Haha.. Peace, boy! Gw pusing ada di ini kelas. Gw sedih bener anak KOLASTRA cuma 3 orang yang masuk IPS dan itu udah termasuk gw. But, upz... Ternyata Desy dan Benx pindah dari IPA ke IPS. Seneng gw! Dan Desy masuk IPS 2 dengan sedikit jebakan gw. Tadinya dia mau masuk IPS 1, tapi gw hasut masuk IPS 2 dan berhasil. Hem... Allright, kelas gw kacau. Tiap hari isi omongannya kebun binatang semua. Aduh, pusing. Separah-parah umat, gw paling ngomong "Setan" seringnya gak kayak anak kelas lain. Beda sam

my struggling at SMA (kelas X)

by Prima Helaubudi on Monday, January 2, 2012 at 9:42pm · Senin, 2 Januari 2012 Hem, tadinya pas tanggal 1 Januari kemaren gw pengen buat note galau gw yang isinya tentang kegalauan gw dua tahun terakhir. But, tadi gw nemu status Mbak Erlin tentang KOLASTRA dan well... itu ngebuat darah gw mendidih dalam arti konotatif. Gw sadar yang gw butuhin sekarang adalah gimana bangkit dari galau gw. Entar-entar dulu sedihnya! Gw butuh pemantik buat bangkit dan gw ketemu itu saat mengenang KOLASTRA dan masa SMA gw yang rasta gila.. Ini note gw buat dengan gaya bahasa gw SMA biar kamuorang yang baca bisa mereka-reka seberapa hancurnya gw SMA. Hahaha... Oia, gw dulu jahiliyah.. Jadi yang baru kenal gw dua sampe tiga tahun belakangan awas shok jantung, ok? Awalnya gw masuk SMA gw dulu penuh sakit hati. Soalnya dulu gw ngincer SMA yang sebelahan dengan SMP gw dulu, yep, SMA 2. Tapi nyokap bilang ke gw, "Mama yakin kemampuanmu hanya cukup di SMA 9." Rasanya boy, lemak nian! Hancur hat

Pengaduanku

by Prima Helaubudi on Monday, August 15, 2011 at 8:59pm · Ya Allah... Perbolehkan aku mendapatkan hal itu. Hal yang saat ini paling kuinginkan. Ya, kuinginkan. Bukan kubutuhkan. Derai hatiku Kau sudah dengar dan paham apa gerangan gundah gulana yang sangat ingin aku wujudkan. Tiara langit terlalu jauh diatas sana untuk kujangkau dari haribaan-Mu. Aku berlari berusaha menjangkau kata hatiku yang serba tidak mungkin namun ingin. Ketika hal-hal berbau surgawi itu terasa jangkau dijangka, Kau menghalaunya padaku. Maka, kuurai tangis bertanya-tanya apa jua maknanya. Setelah manik mata ini mulai sembab menyembunyikan tangisnya, kembali hanya nama-Mu yang kusebut dalam-dalam. Kuuraikan dengan keterbatasanmu tarbiyah dzatiyah istimewa untukku. Luar biasa! Untukku. Bukan untuk orang lain. Benar. Jalan menuju neraka adalah penuh syahwat dan hasrat. Maka, kini kutanyakan dengan sesantun kubisa, ya Rabb... Apakah aku cukup pantas meminta keinginanku itu? Apakah hal itu Engkau ridhai?

OMG!!!

by Prima Helaubudi on Wednesday, May 11, 2011 at 9:58pm · OMG (Oh  My Gosh!) Berawal dari keterlambatan kami mata kuliah Pengantar Bisnis (matkul Pengabis), terjalin kedekatan diantara kami. Waktu itu, yang mengajar kami Pengabis adalah Bu Dorothy. Tidak dipungkiri lagi, yang namanya telat memang tidak baik (terutama untuk saya yang parah telatnya dan sedang berusaha mengurangi ketelatan). Akibatnya, setengah isi kelas berada diluar kelas. Bukannya sedih dan menyesal, dengan otak kriminal ala kami masing-masing (aku juga kelaperan level A waktu itu) langsung menuju kantin FISIP untuk makan secara berjama’ah^^. Selepas itu, kamipun satu kelompok Pengabis, terkadang kalau ada rejeki lebih main dan makan bareng. Anggota kami bersifat fleksibel. Siapa saja bisa masuk, bisa keluar. Syarat utama adalah berani gila. Soalnya setiap main ada aja kegilaannya. Gak pernah normal. Hahahahaaagghhh.. Ketuplak acara makan-makan: Rosmala Dewa BM Sekplak acara makan-makan: Prima Helaubudi Tugas