Terlupakan dalam Rima Waktu
Terlupakan dalam Rima Waktu PUNGGUNG MEREKA TERASA AMAT JAUH . Seperti tak terjangkau. Membuat segenap romaku merinding. Aku ingin sekali mengejar mereka seraya mendapatkan pelukan selamat datang. Yang nyatanya, seperti tak pernah ada. Sebenarnya aku, atau mereka yang lupa? Atau jangan-jangan, kami bersama dalam kelupaan? “Woi, bangun lage ! Udah jam berapa ini? Bisa-bisanya lagi ngerjain makalah ketiduran di tengah siang bolong. Udara mapas ! Panas gak pake biasa! Cetar membahana pokoknya.” Antara sadar dan tidak aku mengerjap-ngerjapkan mata ke arah semua lanskap yang kini mulai terbentang. Ke mana jalanan sepi itu? Punggung-punggung mereka yang dahulu pernah bersamaku bernyanyi di sepanjang jalanan ibu kota? Oke. Ayo kembali ke kenyataan. Sepertinya aku bermimpi. Mimpi buruk. Ya, mimpi buruk. Kini, aku melihat si “Bulldog” Alby sedang mengipas-ngipasi kepala gundulnya dengan topi seraya menepuk-nepuk perutnya yang buncit. Dia menatapku aneh. “Heh, Nin.”