Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2013

Treatment Diri

Kita sama sekali tidak bisa mengandalkan orang lain sebagai menyembuh apa-apa yang ada di dalam hati kita. Mereka, the outsider , tidak lebih dan tidak kurang akan masuk ke dalam hidup kita jika kita biarkan mereka masuk. Dan buatku prbadi, aku menyengajakan banyak hal dalam diriku. Bagiku, mereka cukup masuk sebegai pengintervensi. Itu pun kalau mereka sudi membangtu. Kata seorang kawan, aku manipulatif. Kenapa dia menyebutkan demikian? Karena dalam banyak hal dia melihat bahwa banyak hal yang telah aku ubah dalam diriku dengan berbagai kekuranganku pribadi. Aku sangat egois dan mempunyai ketinggin harga diri yang khas dari sukuku. Dan aku merasa tercederai saat harus menunggu sesuatu yang tidak pasti. Aku tipikal yang tidak bisa menunggu apa-apa yang bisa orang berikan kepadaku. Itu mencederai harga diriku sebenarnya. Bagian dalam jiwaku akan berteriak Kamu pikir kamu siapa?  Aku memiliki kuasa atas diriku sendiri yang memang Allah berikan kepadaku. Kenapa harus menunggu orang?

Mamam!

Mamam! Mamam!!! Itu sih yang sering adikku dan kawanku ucapin kalo emang diaorang merasakan ada sesuatu yang gak enak tapi kudu ditelen aja.. And then... Ternyata di hidup ya gitu bentuknya... Mamam banget!! Hahaa... Kita gak pernah duga apa pun bisa terjadi dan mungkin terjadi.. Dan ketika kita menganggap it is a silly thing.... And I think you should not to do it.... Gak bisa dimungkiri mamam banget tuh kata-kata.. Well, kalo jadi orang yang melankolis... Dan maaf bagi para melankoliser di luaran sana yang jika sudi mampir terus baca nih tulisan galau gak seberapa.... Kadang aku gak suka... Dikit-dikit... Lecet... Please deh ah, ya? Mamam banget yang namanya perasaan itu emang... Untungnya Rasulullah yang menyampaikan apa-apa yang dimau Allah atas umat manusia gak pernah kita diminta menghukumi hati... Kalo gak? Apa gak tambah mamam tuh ceritanya... Harus ada indikator-indikator yang super jelas dan super banyak yang kudu digodok sebagai seorang penilai hati... Tsaaa

Manusia Bodoh

*males (mencoba) menggunakan EYD yang baik dan benar malam ini (lagi) Baru aja aku ngebaca buku Talbis Iblis karya Ibnu Jauzi Al-Baghdadi.. Ada bagian yang menyatakan bahwa muslim yang cerdas berwaspada dengan orang di sekitarnya dan berhati-hati memilih teman kepercayaan.. Well, i just feeling very stupid, such a morron. O Allah.. I feel bad! Seumur hidupku, aku sudah pernah dicaci dengan kata-kata keji, kebun binatang sebangsa setanah airnya. Pernah pakai nada melengking, bass, dkk. Pernah pake teknik introgasi, depan publik, dan dihantam pukulan. Tapi seriously, aku gak suka banget kalo ditikam dari belakang. Mungkin kamu dan aku punya definisi berbeda masalah 'ditikam dari belakang'. Buatku namanya ditikam dari belakang it means orang sudah menyatakan suatu sikap kepadamu terhadap hal genting yang dibicarakan. Dan tetiba dia membohongi kamu segera mungkin, mengajak yang lain melawanmu, dan mengubah pendirian. I really want to kick my foot by myself. How do i can throw

barisan bima sakti

barisan bima sakti sedang merotasi sekian juta (milyar) perasaan manusia. bersama, membentuk arus bermuda (lubang hitam!): saling menenggelamkan. apakah akan muncul keberadaan baru seperti mitos lubang putih? ah, ilmuwan pun tak tahu. apatah aku yang hanya melihat segalanya atas keindahan saturnus yang telah bertunangan. cincin esnya menyerbuk indah dalam netra tiap pecinta. bahkan jupiter sang raksasa pun harus akui itu. mari mengorbit. garis edar telah ditetapkan. ikuti ia sampai saat terhenti kisaran waktu yang begitu sungkan. Bandarlampung, 20-12-2013 Prima Helaubudi Estetika...

predator

aku menyukai geliat para predator. sebut saja tentang keefisienan anatomi tubuh dan mata yang selalu nanar nan fokus. predator selalu paham apa kelemahannya. makanya dia menunggu dibalik kegelapan malam, dibalik tetumbuhan rimba, dan dibalik keruhnya air. memantau dengan sukatan keanggunan dan kemisteriusan yang begitu purba. meredam naluri pembunuh yang begitu simba. saat mangsa lengah, ia berjudi dengan alam. kegagalan adalah siksa. keberhasilan adalah tunai semua kesabaran. berlari tanpa setitik pun pertahanan. tidak ada kata ampun. tidak ada kata sadis. taring-taringnya mengoyak; menghancurkan. darah-darah menderas di permukaan tubuhnya: menjadi basuh. "aku menyerang untuk bertahan hidup!" tak ada kata kacau. tak ada kata tapi. hanya ada rapi. tatkala sangkur telah dilepaskan, ia mengaum, melolong, dan mengeram pada alam yang begitu rintih. tak pernah memaksa. tak pernah menghiba. membuat peringatan: "menjauhlah. aku berbahaya." Bandarlampung, 20-12-2013 Prima

Ketika Diri Belum Sanggup

Banyak ketidakpastian di dunia ini. Mencari yang pasti saja terkadang sudah ribet bukan main. Apalagi memang main-main? Setiap kita pada akhirnya kembali pada satu ruas hulu: Apakah kita memiliki komitmen? Di mata perkuliahan Leadeship yang aku ikuti cukup seksama--karena suka--bahwa tujuan yang efektif harus diikuti komitmen yang kuat. Tentunya, kita butuh menganalisis diri sendiri. Jangan sampai tujuan kita sepah. Sudah bersusah-susah, namun salah. Jika menilik lansiran status Facebook-ku, aku mengingat mengetik beberapa status yang bermuara bahwa paradigma adalah akar dari segala perbuatan kita. Jadi, kalau paradigma salah, ya sudah. Apa yang harus kita lakukan saat tidak berkomitmen? Kalau kamu tanya aku pribadi--dan kamu kenal aku di dunia nyata--aku akan menjawab: memaksakan diri. Mari kita gunakan kaidah ilmu humaniora bahwa sebagian kebenaran ada pada orang lain--walaupun dalam hal prinsip, aku menafikkan kaidah ini karena dibutuhkannya ketegasan--. Kawan, terkadang kita b

Lima Puluh

Mama bilang padaku hari ini bahwa jika ayahku masih hidup, beliau akan genap berusia lima puluh tahun. Gegap, kupandangi foto keluarga di ruang sentral rumah kami. Keluarga kami yang masih terlihat amat gagah. Ayahku yang masih berkeadaan demikian cerah. Bendungan perasaanku ambruk tetiba. Dangkalnya air mataku bukan berarti ia tak sanggup mengalir membasahi pipi. Jutaan kali bayangan kehidupan pahitku datang kembali. Lagi dan lagi. Sungguh, aku ingin sekali menyingkapnya dalam barisan aksara yang begitu biru. Namun, aku tak sanggup... Belum pernah sanggup. Bandarlampung, 16-12-2013 Belum pernah kukerahkan seluruh perasaanku. Aku ingin membeku.

Gadis Kecil Itu Masih di Sana

Gadis kecil itu masih di sana. Ia meringkuk di sudut seraya menangis. Tak satu pun peduli; acuh. Gadis kecil itu masih di sana. Ia menunggu kata-kata yang seharusnya tak terkatakan. Semua hanyut dalam rinai yang paling rintik. Gadis kecil itu masih di sana. Ia diam dalam kuyup jemari hatimu. Tak dapat ditenangkan; tak tertahankan. Gadis itu masih di sana... dalam mimik kebiru-biruan. Bandarlampung, 16-12-2013 Traumatik...

Guris Keramaian

Guris Keramaian Suatu hari, aku dan kedua kawanku pergi ke pusat perbelanjaan. Mereka sedang mengalami suatu masalah di kehidupan keluarga mereka. Dan seperti biasa, aku jadi pusat diseret ke mana-mana karena sikapku yang easygoing, diajak ke mana-mana ikut. Sewaktu di parkiran kampus, aku menunggu mereka menyusun rencana—yang jelas juga aku membantu—masalah hendak pergi ke mana. Mereka adalah anak kosan yang nota benenya sangat irit jika sehabis mata kuliah kami yang semester ini bersisa dua mata kuliah wajib dan satu pilihan ini mereka pulang. Akan tetapi, mereka menglaim bahwa mereka memiliki masalah-masalah tersendiri di rumahnya. Namanya orang lagi ada masalah, ya, kalau mereka tidak mau cerita aku sangat maklumi. Sebab, aku juga tidak suka didesak-desak kalau ada masalah. Lagipula, menyembunyikan keluhan, bersabar, dan tidak heboh menceritakan musibah merupakan hal yang patut diutamakan. Lama sekitar setengah jam aku menunggu mereka galau—sebenarnya aku juga ada keg

Berkenaan dengan Sudut Elevasi

Berkenaan dengan sudut elevasi, aku teringat pegunungan. Aku sangat rindu dengan perbukitan, pegunungan, dan tempat-tempat tinggi nan hijau lainnya. Kebanyakan kawanku yang perempuan--dan dalam hal ini aku sama sekali tidak mengandalkan laki-laki--susah bukan main jika diajak ke tempat ini. Alasannya kotor, susah, ribet, dan ketemu binatang-binatang aneh. Aku tidak dapat memungkirinya karena itu adalah alasan yang benar, kawan. Dan alasan lainnya, mereka lebih suka pantai dibandingkan gunung. Aku justru sebaliknya. Seriap tahun di hidupku, aku selalu naik gunung. Minimal satu tahun sekali. Bukan ekstrim.mendaki. Hanya mengencangkan telapak kakiku berjalan menelusuri aliran setapak jalan yang abstrak. Aku suka. Dan rasa puas ketika sampai di ketinggian, saking aku menyukainya, berteriak tidak akan menunjukkan kebahagiaanku. Diam. Diamlah ekspresinya. Aku selalu rindu dan nyaman dengan daerah-daerah tinggi. Sebut saja kibasan anginnya, redup warnanya, tempias mentarinya, kicauan burun

Wajah yang Dilupakan

Wajah yang Dilupakan Kususun wajahmu dari mozaik-mozaik yang disembunyikan keping-keping hujan. Namun hujan khianat dan meleburnya sebelum menjadi sebuah kata. Dalam mendung yang begitu rata, sangsiku bertemu denganmu dalam selebaran basah berupa sketsa wajah tak pernah dapat; ini menjadi alfa. Kulitku gemetar ketika tetap dan tetap menyusun wajahmu dalam lintasan ingatan yang belum jua pupus. Ini bukan salah hujan yang menjadikannya cair, namun salahku yang menyusunnya dari air. Dalam doa, kuharap hujan menjadi beku. Kebekuan yang menjadikan wajahmu ada; dan penuh rupa. Bandarlampung, 19-8-2013 Prima Helaubudi

Untuk yang kini berada paling jauh

Untuk yang kini berada paling jauh Kedatanganmu sejenak. Semoga kita berjumpa lagi, ya. Sehingga kaubisa kabarkan padaku tentang terbukanya pintu-pintu langit. Tentang jawaban atas haus yang ada di hati setiap hamba. Apa kausetuju? Ah, maafkan. Aku begitu lancang. Tak perlu kaumerasa tak enak. Toh, aku tidak bisa menahanmu lebih lama. Perjalanan kita jauh. Kamu menuju labuhan bernama masa. Sementara itu, aku kembali menjadi musafir. Mungkin, esok aku akan lupa. Maka sekali lagi, semoga  kita berjumpa di tempat yang telah ditentukan. Untuk yang kini berada paling jauh. Ramadhan Bandarlampung, 7-8-2013 Prima Helaubudi

Fragmen #7

Aku mengembalikan kenangan-kenangan. Wajahku tak sudi, padahal dahulu aku begitu sudi mempersembahkannya sebagai skenario yang dipertontonkan. Bandarlampung, 21-10-2013 Prima Helaubudi

Fragmen #6

Biarlah angin membuat rima kata menjadi tak terdengar Bandarlampung, 4-8-2013 Prima Helaubudi

Pengembara dan Pengembara, Peta Kehidupan, dan Kompas Keinginan dalam Ringkuk Desember

Pengembara dan Pengembara, Peta Kehidupan, dan Kompas Keinginan dalam Ringkuk Desember Kuluruskan jemari Desember yang mulai kaku di tubir hari; satu per satu (asal kautahu). Desember meringgis perlahan, penuh tanya. Apa perjalanan masih jauh? Perjalanan ini tak dapat diterka berapa panjang, lebar, banyak cabang, simpangan, dan pilihan. Bekal hanya tujuan yang diketahui. Aku membujur Peta Kehidupan yang begitu lusuh; penuh teka-teki. Kuurai ia dengan penuh malu dan ragu. Ranum memang masih terasa manis dibuai mataku: pengindraan tentang hidup membuatku kian kagum. Kata pengembara lain, aku gila. Sebab aku mengikuti Peta Kehidupan. Peta Kehidupan membalik hidup dengan mati; penjara dengan kebebasan. Tak cukup terhina, maka malamku selalu diberangus sepi; sendiri. Tanpa api unggun dan kelakar pengembara lain. Tiap Desember menyusut dalam dingin menyalju, ingin sekali kutampar diriku yang demikian dungu. Usah mungkin hanya kugunakan Kompas Keinginan selayaknya pengembara lain.