Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Sekarang Belum Tentu Selamanya

Sekarang Belum Tentu Selamanya S alah satu hal yang terkadang terdengar lucu di telingaku adalah ketika seseorang disibakkan sebuah keraguan, lalu tidak mencari. Tidak mencari seraya menyembunyikannya dalam hati. Akibatnya keraguan yang berkecamuk di hatinya tetap ada. Aku sering bertanya kepada mereka perihal kenapa mereka tahan dengan keraguan itu? Kalau tanya padaku, aku anti banget untuk meragukan sesuatu. Kalau ragu, aku cenderung mencari walaupun cuma dasar-dasarnya saja. Mungkin karena aku tipikal orang yang kalau iya, iya sekalian, kalau tidak, ya tidak sekalian. Jangan ya-tidak. Istilahnya plin-plan. Aku sering mendengar alasan sederhana yang dikemukakan oleh beberapa orang tentang kenapa mereka tidak mau menggaji dan ikut kajian di tempat-tempat yang mereka sukai—walaupun tidak diungkapkan langsung ke orang-orang yang ada di sananya—dengan alasan tidak boleh orang tua, takut, dicibir karena baru belajar, tidak ada teman, dan dijauhi. Begitu pula den

Jejak Rasul

Jejak Rasul Aku sudah ingin menuliskan catatan ini dari awal Syawal. Akan tetapi, aku sengaja menetapkan tekad untuk membuatnya sekitar setengah tahun atau lebih setelah waktu bernama Ramadhan berakhir. Alasannya sederhana. Aku membaca bahwa generasi terbaik umat ini menghabiskan setengah tahun setelah Ramadhan untuk banyak muhasabah dan mempertahankan ibadah bulan Ramadhan itu. Dan kemudian setengah tahun berikutnya digunakan untuk merindukan Ramadhan dan bersiap atas kedatangannya. Harap-harap cemas dapat bertemu atau tidak. Dan biasanya, pertengahan tahun isinya banyak lupa dibandingkan ingat. Sedikit cerita. Aku pernah mendapatkan ceramah dari seorang ustadz sekitar dua tahun lalu bahwa kebanyakan manusia adalah hamba Ramadhan. Padahal Allah merupakan Rabb manusia baik di bulan Ramadhan ataupun di bulan-bulan lainnya. Jadi sangat aneh sebenarnya bagaimana umat Islam kekinian sangat berburu di bulan Ramadhan sementara payah di bulan lainnya. Memang soal memperbanyak iba

Hanya Terlalu Lama

Hanya Terlalu Lama Hanya terlalu lama alasan yang pasti untuk semua jenis kecanggungan yang tercipta antara aku dan kamu. Hanya terlalu lama, maka semua terasa seperti nasi yang semakin membasi dibiarkan kedinginan di atas meja makan. Karena terlalu lama sudah kita tidak mengintegrasikan semua persamaan dan menegasikan semua perbedaan. Seperti aku dan kamu yang semakin lama semakin berubah dan semakin berbeda. Terlalu lama jauh membuat aku harus mengenal kamu dari awal kembali. Semua kebiasaan yang tidak lagi menjadi biasa. Dan sebaliknya, semua ketidakbiasaan yang menjadi biasa. Semua hanya karena terlalu lama. Hanya terlalu lama, maka semakin sering bertemu kita juga semakin hilang gebu. Karena terlalu lama, kamu dan aku bersepakat mengenai kebosanan; kejenuhan. Dan waktu pun sudah angkat tangan perihal apakah kita bersepakat untuk semakin menjauh. Karena terlalu lamalah, kamu dan aku bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya berubah di antara kita. Ataukah desir-desir mega

Suatu Keberadaan

Suatu Keberadaan Sering kita berpikir tentang apa yang kita lakukan di dunia ini. Banyak yang bilang kita tidak melakukan apa pun, atau bilang kita terlalu banyak melakukan sesuatu sampai memberi klaim bahwa ia harus menguatkan pundaknya sendiri tanpa ada yang membantu. Padahal, ia juga tidak tahu betapa banyak orang yang diberikan berat akibat keberadaannya, namun diam membisu. Lalu, apa yang sebenarnya menjadi esensi keberadaan kita? Dalam Q.S. Adz-dzariyaat dikatakan bahwa kita hidup untuk beribadah kepada Allah. Tidak ada embel-embel. Hanya kepada Allah yang artinya jauh dari syirik, jauh dari riya’, jauh dari ujub, dan jauh dari sum’ah. Tentu berlandaskan ikhlas dan sunnah yang shahih. Akan tetapi, di dunia yang serba terbalik-balik ini, sudah banyak yang melupakan. Banyak yang mengatakan bahwa itu adalah dongengan orang terdahulu. Dan bahwa dengan kemajuan yang dilansir lebih maju dari yang terdahulu berarti sudah mampu menandingi kekuasaan. Merasa congkak dan bisa.

Six Degree

Six Degree Kalau ada yang tanya ilmu sosial (pure) yang paling suka sebenarnya adalah sosiologi. Ini terjadi bahkan sebelum aku tahu dan dapat menyebut "sosiologi" sebagai rumpun ilmu. Salah satu penyebabnya adalah sebuah tayangan di televisi. Lama teringat sebelum berkesempatan membuat catatan ini, menonton National  Geographic sewaktu SMP dahulu. Dulu, National Geographic bergabung dengan Global TV karena posisinya Global TV masih merupakan stasiun televisi baru dan pamor satasiun televisi luar negeri belum  dapat masuk seleluasa sekarang. Sehingga bergabung dengan National Geographic untuk awalnya. Jadi, tema penelitian hari itu adalah Six Degree. Six Degree adalah teori yang dikembangkan oleh ilmuwan Amerika yang meneliti hipotesis bahwa setiap orang di suatu negara dapat dihubungkan (dikoneksikan) dengan enam lintasan. Maksud lintasan di sini adalah bahwa orang yang tidak kenal sama sekali, dengan latar belakang yang sama sekali jauh berbeda dapat memiliki kemu

Hati yang Bercabang

Hati yang Bercabang Di suatu siang yang lumayan panas, aku dan beberapa kawan berkumpul di pojokan mushala. Ada seorang lelaki yang sedang kuliah mengundang beliau dan kawan-kawannya untuk hadir. Beliau sedikit terkejut mendapatkan undangan pernikahan tersebut. Hal ini dikarenakan beliau dan kawan-kawan beliau tidak terlampau mengenalnya. Kenal pun, itu hanya sebatas nama. Suatu ketika, beberapa baris SMS masuk ke handphone beliau. Isinya perkara pernikahan tersebut. Lucunya si laki-laki tersebut pakai kenal merek motor, warna jilbab, dan perihal lain-lain yang dikenakan para perempuan yang diundangnya sehari-hari. Sontak saja, hal itu menjadi tanda tanya bagi para perempuan yang diundang. “Dia bilang begitu sambil SMS, “Jangan lupa ajak yang pake Scoopy itu lho .” Ih? Apa banget coba? Langsung aja krik-krik baca SMS-nya. Berarti selama ini dia (laki-laki tersebut) sering merhatiin kita dong?” ujar seorang kawanku di sana. Kami di sana langsung ber- iyuh ria. Buat ap

debur

debur  deburkan doa kepadaNya dalam bilur yang paling lirih  sehingga ia lesap dalam juta tahun cahaya; menembus ruang hampa  sesekali abailah pada angin gunung  yang justru mengembalikan laut dengan serak sampah  sebab terkadang yang dilaungkan tidak jauh lebih penting dari apa yang disembunyikan  shhttt...  1-2-2014 Prima Helaubudi

Termakna Romantis

Termakna Romantis <3 <3  Romantis itu seperti dikatakan Nailah pada utsman: "aku suka ketuaanmu, sebab mudamu telah kau habiskan bersama sang nabi"  Romantis itu saat Ali yg dimarahi Fatimah, terkunci tak bs masuk rumah saat pulang. Lalu tidur diserambi masjid berlumur debu  Romantis itu seperti khadijah yg tak bertanya melihat suaminya pulang gemetaran, takut, menggigil. Hanya memahami,hanya menyelimuti  Romantis itu mengatakan kepada Allah, "hidupku untuk-Mu,apalagi matiku"  Romantis itu ketika aisyah banting piring didepan tamu yg membelalak, Nabi tersenyum lalu berkata "maaf ya,ibu kalian sedang cemburu"  Romantis itu saat Rasulullah bertanya pada istri, "adakah makanan hari ini?" Dijawab, "tidak" maka senyumlah Rasulullah dan ujarnya "kalau begitu aku puasa"  Romantis itu saat lelah Muhammad menebar kebaikan tertimbun, saat ia berbaring payah, Tuhan berseru "Hai orang berselimut, bangunlah"  Romantis itu s

Hehehehe

Hehehehe Di suatu hari nan terik, tiga remaja berkumpul. Dua di antaranya berusia di atas dua puluh tahun, mengenakan jilbab. Mereka bersalaman dengan seorang perempuan lain yang terbilang berusia lebih muda dari kadar keluguan dan raut wsajahnya. Sekilas, lalu perempuan yang lebih muda tersebut berlalu. Meninggalkan kedua perempuan tersebut berdua. Mereka terdiam sejenak menyaksikan adik tingkatnya keluar dari daun pintu. Siluetnya tepat menutupi dan menyusup ke tubuh keduanya. Kemudian, mereka melanjutkan pembicaraan, M                : (melihat jam dinding, bola matanya menyusuri detik jam) “Aduh,  udah  jam segini ,  Bro . Rencana ke Gramed-nya mundur.” Aku             : “Apa lanjut saja? (sambil menoleh ke arah jam dinding). Ah, bentar lagi ashar.” M                : (mengangguk) “Iya. Nanti saja.” Mereka berdua bergegas mengambil  handphone  di tempatnya masing-masing. Melihatnya sejenak. Mereka tenggelam dalam kesibukan dengan  handphone -nya masing-masing. Terk