Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

Duri Sendiri - Puisi Cinta, Aan Mansyur

Duri Sendiri   kau dengar dari dalam mimpimu aku memohon? “lukai aku sekali lagi. sekali lagi. aku rindu…” ah, perihal paling meragukan di dunia adalah usia, kekasih. cintaku, seumpama, mungkin lebih tua dari usiaku. dan siapa mampu memastikan ia tak akan hidup lebih lama lagi— atau malah mati muda? semua obat, termasuk waktu,bisa berubah jadi bisa membuat lebih parah perih maka mari tempuh seluruh perih supaya sampai kita di kelopak luka—yang merah dan wangi tempat para peri menari meniru ini cinta—tajam mata duri yang bahagia menyakiti telapak kaki, menemukan letak taman bunga milik anak-anak kita kelak, duri yang pulang ke tangkai mawar tapi, tidak, aku yang sedang bermimpi, bukan kau yang sudah mati. aku sudah lama sendiri. berdarah tertusuk duri sendiri ah, tinggal usiaku kini saling kejar dengan cintaku—siapa yang akan mampu mempertahankan nafasnya lebih lama? tak kau dengar dari dalam mimpiku ak

Kenangan #16

warna matamu, kehijauankah, kaunguankah, aku hanya tahu --ia begitu unggun (atau anggun) mencari letak cahaya di mataku Bandarlampung, 22 Februari 2016 Prima Helaubudi 11.46am

Kenangan #15

di mana ada warna jika tak ada cahaya. bagaimana warna lengkap jika tak ada bayangan. di sana, di pucuk sore yang patah : tak ada lagi kita. Bandarlampung, 22 Februari 2016 Prima Helaubudi 11.44am

Romansa di Udara

Air terjun itu memanggil namaku. Siapa? Siapa namaku? Ini silap. Ini lupa. Ini alfa. Air terjun ini terus membawaku. Tepian tinggi yang bising penuh dengan kunang berwarna biru misterius kini berubah. Begitu lembut dalam hanyut. Sebuah sungai yang menenangkan. Di atas sana; purnama menjelang. Kematian menujunya. Bintang yang kejora, tak rela ia pergi. Begitu juga engkau. Engkau tak pernah rela aku pergi. Dedaunan memberitahukanku. Ilalang mendedahkan rahasiamu. Ke mana engkau akan lari? Aku di sini hanyut. Tolong. Batuan tajam air terjun mematahkan sayap-sayapku. Ia rontok. Darah pun luruh. Aku begitu lelah. Aku ingin tertidur. Tidur hingga sungai tenang ini menemui cabangnya. Biarkan ia merayu; biarkan ia mengampuku—menuju muara. Sisa cinta ini kutebarkan dalam semilir angin. Kuterbangkan dalam setiap serbuk sari yang dihempaskan oleh bunga. Biarkan ia merayu; biarkan ia mengampuku—menuju muara. Bandarlampung, 8 Januari 2016 Prima Helaubudi Misterius…