Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Fragmen #24

Pada ruang kehidupan yang kaukejar--akhirnya tak benar-benar jadi milikmu.

Hujan Ketiga Belas dalam Bumi

Ada hujan yang harus kujaga hari ini—agar tetap ada di hati. Kata orang, hujan adalah analogi tentang rasa sedih yang mendalam. Aku tidak menyangkal itu. Hanya saja, kurasa adalah sesuatu yang bijak menganggap bahwa di samping ada rasa sedih yang mendalam itu; ada rasa harap—bangkit. Apa salahnya bagi kita tenggelam dalam rinai hujan ketiga belas dalam bulan ini? Mempertemukan pedihnya air mata dengan air hujan rimbun. Setidaknya, air hujan akan menyatu dengan air mata: jatuh dengan ringan dan pasrah. Lalu sebentar, saat terang matahari esok hari, air mata ini telah menyatu bersama embun. Sebentar lagi mengangkasa menjadi awan. Awan yang diam-diam kaulihat dari balik jendela pagi ini. Penuh senyuman tatkala kaumakan dengan beberapa orang. Pura-purakah kemarin? Atau pura-purakah hari ini? Ah, tak tahulah yang mana. Hanya saja, mungkin hati manusia itu laksana cuaca yang bisa berubah dengan cepat. Semua tergantung angin takdir—bisa kita sebut asal sebagai keberuntungan—untuk membua

Kembang

Kembang sudah kelopak bunga yang saling rengkuh. Setets embun membukanya—menjadi mekar. Indah dan segar hingga nektar memancarkan cantiknya rangka. Ada kehidupan yang harus dijaga. Kumbang harus datang hari ini; entah satu atau dua. Diriku memang mendua. Bandarlampung, 19-5-2016 Prima Helaubudi

dari jendela aku melihat cuaca di luar

apa yang sedang terjadi di luar? hidupku hanya sebatas jendela satu kali setengah meter. tanpa ada perasaan hendak keluar. tapi diiringi rasa penasaran. ada apa dengan tempias cahaya pagi ini? aku terdiam dibuatnya. seolah mengidam pada hangat yang membalur tubuh. ada bosan di sini—di dada—yang tak kunjung jadi merdeka. Bandarlampung, 11-5-2016 Prima Helaubudi Hm..

Titik Nol

—cinta yang dibatalkan Apakah cinta dapat dibatalkan? Bagiku itu mungkin. Mungkin bagimu, aku satu-satunya hal yang tak kaudapatkan di dunia ini. Setelah semua kesempurnaan hidup yang kaudapatkan, yang sebenarnya kudambakan, kautahu, adalah milikmu seluruh. Aku adalah satu-satunya titik kecewamu setelah cinta yang ada dibatalkan dan tak jadi berpindah kepadamu. Melengkapi hidupmu. Aku kembali ke titik nol di mana tak ada namanya kita. Hanya ada aku. Titik nol yang dimulai dengan kata hampa, adalah tempat yang amat membingungkan untuk memulai. Akan tetapi, siapa yang tahu apa yang akan diberikan Tuhan dalam titik nol ini? Semua kemungkinan terbuka lebar. Dan tak ada batas tatkala berada di titik nol. Semua dimulai lagi. Semua dimulai dengan kenangan yang ditinggalkan sebagai pertukaran setara. Ruang waktu serasa mengapung. Sejenak, kita berpikir apa yang harus dilakukan. Bandarlampung, 11-5-2016 Prima Helaubudi Bukan galau. Hanya mencoba mereplika tulisan

Menghapus Pagi

—cerita sang bayangan Mengapa kaudiam saja? Pertanyaan ini seharian, semingguan, dan jadi bulan-bulanan. Tambang yang dahulu bersimpul keras mengikat kita bersama, tiba-tiba kaubakar perlahan—nyaris putus. Aku… Shhtt! Jarak ilusi ini memberangus tata bangunan—yang dahulu—keempat tangan membangun rahasia bersama. Mengapa di suatu pagi pedangmu menghancurkannya? Bagaimana aku dapat menghapus pagi? Jika di setiap jalan yang pernah aku lalui engkau juga pernah menapakinya bersamaku. Kita sering melihat ke langit dan berbicara tentang pagi. Demikian juga dengan hujan yang kita sambut dengan pilihan warna pelangi. Tapi tak ada lagi kita. Pada pagi yang jejakmu ada di sana, aku memohon kenangan yang mengingatkan tak lagi hadir kembali. Wahai kau, yang dikelilingi warna-warna terbaik. Akulah hitam, warna gelap: bayangan. Bayangan hanya mengikuti satu cahaya, kautahu? Dan bagiku, itu adalah kamu. Suaramu bergema berbeda. Suaramu ada di atas suaraku yang telah kutimang susah payah. Kata-